HAUL SAYYID HASAN DIPURO: Warga Dusun Pereng Kulon Melirang Bungah menggelar Haul Akbar Mbah Hasan Dipuro dan para muasis selama tiga hari tiga malam. ( Didik Telisik Hati)
BUMINUSANTARANEWS.COM – Konon, Sayyid Hasan Dipuro adalah seorang Wali Besar yang dikirim oleh Kerajaan Banten untuk mengajar Agama Islam dan Thoriqoh di Majapahit, bahkan Sampai Kerajaan Benowo.
“Hal itu tertulis di Buku Suluk Pesisiran Raden Ngabehi Prawiro Dipuro Seratan RACI,” ungkap KH Muhammad Zainuri Makruf atau yang akrab disapa Gus Zein, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Miftah usai mengikuti Haul Mbah Sayyid Hasan Dipuro selama tiga hari tiga malam, Minggu (13/3/2022).
Lebih lanjut, Rais Syuriah MWC NU Bungah ini menuturkan, dulu, ada Panglima Raja Mataran Purbo Jawa Tengah menjadi santri Beliau. Namanya Syeikh Tunggul Wulung. Di Makam Geneng juga ada Saudagar Cantik dan Kaya yang menjadi santrinya. Namanya Nyai Sendang Kamulyan Majapahit dengan Putranya Raden Joko Lelono.
Raden Joko Lelono ini memiliki Pedang Kencono yang diukir di makam Nyai Sendang Kamulyan dan ditempelkan di Gua Putri Melirang serta Putri Sentono.
Sedangkan karomah Makam Mbah Sayyid Hasan Dipuro adalah Tatwilul Ardi, yakni Bumi biso ndowo, melebar muat berapa pun. Ada lagi, tiap malam Senin atau Kamis, sering terdengar sayup suara ramainya pengajian ribuan orang.
“Ada lagi, dentuman bom PT Semen Gresik ambil batu dari gunung. Anehnya, sama sekali tidak ada batu yang mampu masuk ke area makam, padahal jaraknya hanya 2-3 meter. Malah dengan jarak 500 meter, banyak batu menimpa rumah warga,” ujar Gus Zein yang juga dikenal memiliki ilmu kanuragan dan kesaktian luar biasa ini.
Sementara, Kepala Desa Melirang Bungah, KH Muhammad Muwaffaq menerangkan, tradisi peringatan haul sesepuh desa sudah dijalankan masyarakat selama turun-temurun. Dijelaskan, ada 15 makam sesepuh yang mengelilingi Desa Melirang.
“Sudah lama sekali dijalankan rutin setiap tahun oleh warga, dan di sini ada 15 makam sesepuh atau auliya’ yang mengelilingi desa dan masing-masing makam biasanya diperingati haul oleh warga dusun sekitar,” ungkapnya.
Berdasarkan cerita sejarah masyarakat setempat, makam-makam sesepuh Desa Melirang memiliki karomah masing-masing. Makam Mbah Buyut Guci misalnya, ketika banjir makam tidak bisa tergenang air. Padahal, kanan kiri makam dengan posisi sejajar sudah tergenang air.
“Itu saya lihat dengan mata kepala saya sendiri, ketika banjir makam Mbah Buyut Guci tidak tergenang air, padahal makam-makam sebelahnya sejajar dan sudah tergenang,” bebernya.
Makam para sesepuh yang lain oleh masyarakat luar Desa Melirang diyakini memiliki keistimewaan dan bisa membawa keberkahan tersendiri. Seperti Makam Mbah Maqbul, konon ketika masyarakat dari luar desa bahkan luar kabupaten memiliki hajatan, pernikahan dan lain sebagainya mereka akan berdatangan untuk berziarah.
“Katanya orang-orang sana (yang sudah pernah berziarah, red) kalau gak sowan bisa mambu (bau) dan semacamnya, saya juga gak tau, tapi banyak yang ziarah ketika memang mereka punya hajatan tertentu,” tandasnya.
Muwaffaq berharap, peringatan haul sesepuh desa ini dapat terus dijalankan oleh warga. Selain menjaga tradisi, acara ini juga bisa membangkitkan ekonomi masyarakat. (Didik Hendri Telisik Hati)