Penulis: Didik Hendri Telisik Hati
BN News.com – Kekesalan seorang H Abdullah Hamdi, S.S, anggota Komisi III (Pembangunan) DPRD Gresik tak hanya dilontarkan saat sidak Pengerjaan proyek penataan kawasan wisata heritage Bandar Grisse atau Gresik kota lama (GKL). Saking jengkelnya, politisi PKB asal Menganti ini mengungkapkan murkanya di akun Facebook miliknya:
#Pinginnya sih diem, acuh, egp, sak karep2 e lah, tapi jiwa dan hati ini selalu brontak.ingin bisa berbuat baik untuk keadaan, dulu di tempat ini rindang, asri banyak pohon2 besar tapi dalih revitalisasi semua berubah jadi gersang, memang masih proses sih tapi kalo tidak diingatkan maka akan ditinggal begitu saja dan proses “nggedekno” pohon pasti butuh waktu lama, kabel2 “pateng slengkrah” dan banyak hal yg perlu kita perhatikan, arahkan, awasi sebagai tugas dan fungsi kelembagaan ataupun secara pribadi, #rodokgregetennontokngeneiki
Sebagai wakil rakyat, Cak Fred Hamdi sapaan akrabnya geram dengan pembangunan kawasan heritage. Sebab, 7 ruas jalan yang direvitalisasi, yakni Jalan Basuki Rahmat, Jalan Malik Ibrahim, Jalan Setia Budi, Jalan KH Zubair, maupun Jalan Agus Salim menjadi gersang dan panas.
Pohon-pohon besar yang menjadi peneduh dan penangkal debu di sepanjang ruas jalan tersebut, dibabat habis tanpa tersisa.
Belum lagi, kabel-kabel dibiarkan berserakan di atas trotoar yang baru dibangun.
Celakanya, pekerjaan proyek yang berasal dari APBN senilai Rp 47 miliar tersebut, sudah hampir rampung dan telah dilakukan serah terima pekerjaan. Tetapi, pohon pengganti yang dibabat habis tak kunjung ditanam.
“Akibatnya jadi sangat gersang dan panas karena tidak ada pohon peneduhnya. Padahal, dalam rapat kerja dengan Dinas Cipta Karya Perumahan dan Pemukiman
(DCKPP) Gresik, mengaku kalau pohon pengganti menjadi tanggung jawab Pemkab Gresik. Tapi, kita sudah sarankan supaya DKCPP minta penghijauan include dengan pekerjaan ini. Karena, biayanya besar kalau dibebankan ke APBD Gresik untuk pengadaan hingga perawatan pohon pengganti penghijaun,” ucap Hamdi dengan nada jengkel, kemarin.
Politisi PKB tersebut juga menyoroti drainase yang menjadi sempit dengan adanya proyek revitalisasi itu. Padahal, saluran air yang ada sebelumnya cukup lebar dan dalam. Bahkan, sudah cukup kuat karena ada tembok penahan tanah dan bagian bawah saluran sudah dirabat dengan semen cor.
“Semestinya, cukup diperkuat dengan dinding cor di kanan-kiri saluran. Kemudian, atasnya dipasang penutup cor. Itu lebih hemat dan efesien, sehingga anggarannya bisa digunakan untuk yang lain. Kalau kita mencontoh di Surabaya, itu diterapkan untuk drainase di Jalan Mayjen Sungkono,” bebernya.
Abdullah Hamdi juga menyayangkan tim arkeolog tidak dilibatkan dalam proyek tersebut. Padahal, di pinggir ruas jalan di kawasan tersebut banyak benda dan bangunan bersejarah. Buktinya, ditemukan hydrant yang berusia tua. Termasuk, sumur-sumur besar yang sumber airnya melimpah peninggalan Belanda.
“Aturannya juga jelas dalam PP Nomor 1 tahun 2022 tentang register nasional dan pelestarian cagar budaya. Dalam pasal 120 ayat 3 (e) menyebutkan, revitalisasi kawasan cagar budaya melibatkan hasil kajian dari ahli pelestarian, yakni tim arkeolog,” pungkas wakil rakyat yang dikenal kritis menyikapi kebijakan Pemkab Gresik ini. (Didik Hendri Telisik Hati)