Penulis📰✍️ Didik Hendri Telisik Hati
BN News – Sesuai dengan draft Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang telah dibahas BALEG DPR RI pada 27 Maret 2024. Maka, Jurnalis Gresik Bersatu, berpandangan bahwa RUU tersebut berpotensi memberangus kebebasan pers dan keterbukaan informasi publik karena di Pasal 50 B ayat 2 huruf c secara eksplisit menyatakan pelarangan penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi.
Seperti kita ketahui, jurnalistik investigasi telah banyak berkontribusi pada kebebasan berekspresi dan perkembangan media massa dalam menyampaikan informasi ke publik. Sebab, di balik tumpukan kebenaran dan keadaan yang serba tidak pasti, satu-satunya sarana bagi jurnalis untuk bisa menerobos dan membongkarnya adalah teknik jurnalistik investigasi. Sehingga jurnalistik investigasi merupakan nyawa terakhir bagi para jurnalis.
Oleh karena itu, tidak boleh ada pasal apapun yang melarang jurnalistik investigasi demi mengutamakan kepentingan segelintir orang, elite, dan penguasa karena penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi yang berlangsung selama ini telah menggunakan frekuensi publik untuk mengutamakan kepentingan dan memenuhi hak-hak konstitusional publik atas informasi.
Demikian di Pasal 50 B ayat 2 huruf k yang menyatakan penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik. Pasal ini merupakan pasal yang memiliki kriteria implementatif serupa dengan pasal 27A UU ITE nomor 01 tahun 2024 yang masih menjadi multi interpretasi dan berpotensi dijadikan alat kekuasaan untuk membungkam dan menjerat insan pers ke ranah hukum atas kritiknya. Sebagaimana dalam UU pers nomor 40 tahun 1999 telah diatur mekanisme penyelesaiannya jika ada pemberitaan yang merugikan salah satu pihak.
Selanjutnya dalam Pasal 8A huruf (q) disebutkan bahwa KPI dalam menjalankan tugasnya berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran. Hal ini terjadi tumpang tindih dengan UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers yang menyebutkan bahwa sengketa pers mekanisme penyelesaiannya melibatkan Dewan Pers. Termasuk di pasal 42 ayat 2 juga menyebut bahwa sengketa jurnalistik diurusi oleh KPI.
Pasal 51 huruf E juga tumpang tindih dengan UU Pers. Pasal ini mengatur bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di pengadilan. Sengketa yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menyikapi RUU Penyiaran yang berimplikasi pada profesi jurnalis, maka Jurnalis Gresik yang bertugas di Kabupaten Gresik BERSATU menuntut:
1. Pasal-pasal bermasalah dalam draf RUU Penyiaran yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers segera dicabut.
2. Meminta DPR RI mengkaji kembali RUU Penyiaran dengan melibatkan semua pemangku kepentingan seperti Dewan Pers, organisasi profesi, akademisi, pers mahasiswa dan aktivis demokrasi.
3. Meminta kepada semua pihak untuk mengawal revisi RUU Penyiaran agar tidak menjadi alat untuk membungkam kemerdekaan pers serta kreativitas jurnalis di berbagai platform.
4. Meminta DPR RI memastikan perlindungan hukum terhadap kebebasan pers dalam setiap perundangan-undangan.
Dan tuntutan tersebut disampaikan dengan lantang dalam aksi dan audiensi menolak RUU penyiaran yang digelar di depan Kantor Bupati dan Kantor DPRD Gresik, Senin (3/6/2024). “Semua ini femi terwujudnya iklim pers yang demokratis, guna menyelamatkan profesi jurnalis yang sedang terancam. Perjuangan terhadap kemerdekaan pers bukanlah proses yang berhenti pada suatu titik, melainkan harus terus-menerus diperjuangkan dan dipertahankan,” tegas Miftahul Arif Koordinator Aksi.
Dalam aksi unjuk rasa ini, puluhan awak media membentangkan poster dan spanduk penolakan terhadap revisi UU 32/2002 tentang Penyiaran. Selain itu, mereka juga melakukan aksi teatrikal pengeroyokan terhadap salah satu jurnalis. Ini sebagai simbol pengekangan terhadap jurnalis investigasi yang selama ini sering terjadi. Apalagi jika nanti revisi UU jadi disahkan.
“Kami mendesak DPR RI mengkaji ulang rencana revisi UU penyiaran. Untuk itu, kami meminta Pemkab dan DPRD Gresik agar bersama-sama mengawal revisi UU penyiaran agar tidak menjadi alat membungkam pers,” ungkap Miftahul Arif, yang juga Ketua Komunitas Wartawan Gresik (KWG) ini.
Setelah cukup lama melakukan orasi secara bergantian, awak media akhirnya diterima langsung Sekda Gresik Achmad Wasil.
Dalam pertemuan tersebut disepakati sejumlah poin yang ditandatangai dengan materai. Salah satunya, Pemkab Gresik berjanji akan menyampaikan aspirasi wartawan kepada pemerintah pusat.
“Saya mewakili Pemkab Gresik sepakat dengan aspirasi wartawan dan akan menyampaikannya ke Pemerintah pusat,” tandas Sekda Gresik Achmad Wasil.
Sementara itu, Ketua DPRD Gresik H Much Abdul Qodir yang menerima para awak media mengatakan pihaknya sangat mendukung upaya yang dilakukan para awak media.
“Kami DPRD Gresik sangat mendukung. Karena ini kewenangannya ada di DPR RI, kami akan menyampaikan tuntutan tersebut kepada perwakilan kami di DPR RI,” tegasnya. (Didik Hendri Telisik Hati)